‎Penertiban Jalur Kalimalang Dinilai Tebang Pilih, Warga Pertanyakan Transparansi Satpol PP Kabupaten Bekasi

Uncategorized76 Dilihat

Mutiaraindotv.my.id | Kabupaten Bekasi  Penegakan hukum yang dilakukan secara tebang pilih bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan berpotensi menjadi tindak pidana. Aparat pemerintah daerah yang terbukti menyalahgunakan kewenangan, melakukan pembiaran, atau menegakkan aturan secara diskriminatif dapat dijerat Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan, serta sanksi administratif berat hingga pidana sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Ancaman hukum inilah yang kini membayangi rencana penertiban bangunan liar (Bangli) di sepanjang jalur irigasi Kalimalang oleh Satpol PP Kabupaten Bekasi, yang dinilai warga tidak adil, tidak transparan, dan sarat dugaan tebang pilih.

Satu Jalur Ditertibkan, Dua Jalur Dibiarkan

Fakta di lapangan menunjukkan, dari tiga jalur di sepanjang Kalimalang yang sama-sama dipenuhi bangunan tanpa izin, hanya satu jalur yang menjadi sasaran penertiban. Dua jalur lainnya—yang justru diisi bangunan lebih besar, lebih lama berdiri, bahkan bersifat permanen—tidak tersentuh sama sekali.

Kepala Bidang Trantib Satpol PP Kabupaten Bekasi, Ganda Sasmita, membenarkan bahwa penertiban saat ini memang difokuskan pada satu jalur, dengan alasan dilakukan secara “bertahap”. Ia juga mengklaim telah melakukan rapat internal bersama pihak desa dan kecamatan.

Namun klaim tersebut patah oleh fakta.

Kepala Desa Membantah Ada Rapat

Hasil konfirmasi langsung kepada para kepala desa terdampak—Desa Jayamukti, Cibatu, dan Pasirsari—menghasilkan jawaban seragam:

tidak pernah ada rapat, tidak ada undangan, dan tidak ada pemberitahuan resmi terkait rencana penertiban.

“Kami tidak pernah diajak rapat atau dikirimi surat apa pun,” tegas salah satu kepala desa.

Ketidaksinkronan antara pernyataan pejabat Satpol PP dan keterangan kepala desa ini memperkuat dugaan lemahnya transparansi, bahkan potensi manipulasi narasi kebijakan.

Bangunan Ilegal Lama Aman, Usaha Kecil Digusur

Warga menyebutkan bahwa di dua jalur yang “aman” dari penertiban, masih berdiri bangunan kokoh yang telah beroperasi bertahun-tahun. Beberapa di antaranya bahkan diketahui izin atau kontraknya telah habis sejak 2018 dan tidak pernah diperpanjang.

Ironisnya, bangunan-bangunan tersebut dibiarkan, sementara penertiban justru menyasar jalur yang mayoritas diisi bengkel kecil dan pelaku usaha mikro.

Penertiban lanjutan yang dijadwalkan pada 15 Desember 2025 pun kembali disebut hanya akan menyasar jalur yang sama. Pola ini memunculkan pertanyaan serius: apakah penertiban ini murni penegakan Perda, atau ada kepentingan yang dilindungi?

Hukum Tegas: Penegakan Tidak Boleh Diskriminatif

Secara hukum, tidak ada ruang bagi penegakan aturan yang selektif. Beberapa dasar hukum yang relevan antara lain:

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan penegakan Perda dilakukan adil dan tanpa diskriminasi.

PP No. 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP, yang menegaskan tugas Satpol PP harus profesional, objektif, dan tidak berpihak.

UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang melarang pendirian bangunan di sempadan irigasi tanpa izin.

Perda Ketertiban Umum Kabupaten Bekasi, yang mengatur sanksi pembongkaran hingga denda dan kurungan.

Lebih jauh, aparat yang dengan sengaja membiarkan pelanggaran di satu lokasi namun menindak keras di lokasi lain berpotensi melanggar asas keadilan dan kepastian hukum.

Aparat Bisa Dipidana Jika Tebang Pilih

Jika terbukti terjadi pembiaran, perlindungan terhadap pihak tertentu, atau penindakan yang disengaja hanya menyasar kelompok lemah, maka aparat terkait tidak hanya melanggar prosedur, tetapi juga bisa dijerat:

Pasal 421 KUHP (penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat),

UU No. 30 Tahun 2014 (tindakan sewenang-wenang dan maladministrasi),

serta sanksi disiplin berat hingga pencopotan jabatan.

Dalam konteks ini, istilah “bertahap” tanpa jadwal, tanpa peta jalan, dan tanpa kejelasan objek penertiban tidak memiliki kekuatan hukum dan berpotensi menjadi tameng pembenaran.

Warga: Ini Bukan Bertahap, Ini Pilih Kasih

“Kalau memang bertahap, mana jadwalnya? Mana surat resminya? Mana jalur berikutnya? Kalau tidak jelas, ini bukan bertahap, tapi tebang pilih,” ujar seorang warga dengan nada keras.

Warga mendesak Satpol PP Kabupaten Bekasi membuka seluruh dokumen penertiban, mulai dari dasar hukum, peta lokasi, tahapan, hingga target waktu. Tanpa transparansi, penertiban Kalimalang berpotensi menjadi preseden buruk penegakan hukum daerah—tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Jika dibiarkan, bukan hanya keadilan yang runtuh, tetapi kepercayaan publik terhadap aparat penegak Perda bisa ikut ambruk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *